Latar Belakang, Pelaksanaan dan Kegagalan Politik Etis van Deventer
Kebijakan sistem tanam paksa Belanda sangat merugikan rakyat pribumi Indonesia. Pemerintah kolonial berupaya memeras rakyat untuk kepentingna mereka.
Selama ratusan tahun rakyat diperlakukan seperti hewan sementara itu pembangunan di berbagai aspek kehidupan sangat menguntungkan Belanda. Berangkat dari hal tersebut maka tercetuslah ide Politik Etis.
1. Latar Belakang
a. Pelaksanaan sistem tanam paksa yang mendatangkan keuntungan berlimpah bagi Belanda, namun menimbulkan penderitaan rakyat Indonesia.
b. Eksploitasi terhadap tanah dan penduduk Indonesia dengan sistem ekonomi liberal tidak mengubah nasib buruk rakyat pribumi.
c. Upaya Belanda untuk memperkokoh pertahanan negeri jajahan dilakukan dengan cara penekanan dan penindasan terhadap rakyat.
d. Adanya kritik dari kaum intelektual Belanda sendiri (Kaum Etisi) seperti Van Kol, Van Deventer, Brooschooft, De Waal, Baron van Hoevell, Van den Berg, Van De Dem dan lain-lain.
Tokoh tersebut memperjuangkan agar pemerintah Belanda meningkatkan kesejahteraan moril dan materiil kaum pribumi, menerapkan desentralisasi dan efisiensi. Perjuangan mereka kemudian dikenal sebagai Politik Etis.
2. Pelaksanaan Politik etis
Pada periode 1900 -1925 banyak kemajuan dan perubahan dicapai. Bangunan-bangunan besar didirikan, semua itu merupakan keharusan dalam kemajuan yang tidak dapat dielakkan. Perubahan-perubahan tersebut sebagai berikut :
a. Desentralisasi Pemerintahan
Sebelum tahun 1900 pemerintahan di Indonesia dilakukan secara sentralisasi. Sejak tahun 1854 dikeluarkan peraturan yang memberikan hak kepada parlemen untuk mengawasi jalannya pemerintahan Hindia-Belanda.
b. Irigasi
Sarana yang sangat vital bagi pertanian adalah sarana irigasi (pengairan). Pada tahun 1885 pemerintah telah membangun secara besar-besaran bangunan irigasi di Brantas dan Demak seluas 96.000 bau. Pada tahun 1908 berkembang menjadi 173.000 bau.
c. Emigrasi (Transmigrasi)
Dalam abad ke-19 terjadi migrasi penduduk dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, berhubung dengan perluasan tanaman tebu.
d. Edukasi
Pemerintah kolonial Belanda membentuk dua macam sekolah untuk rakyat pribumi, yaitu Sekolah kelas I (angka satu) untuk anak-anak pegawai negeri dan orang berkedudukan. Dan sekolah kelas II (angka dua) untuk kepada anak-anak pribumi pada umumnya.
3. Kegagalan Politik Etis Dan Politik Asosiasi
Kegagalan pelaksanaan politik Etis tersebut nampak dalam :
1. Sejak pelaksanaan sistem ekonomi liberal Belanda mendapatkan keuntungan yang besar, sedangkan tingkat kesejahteraan rakyat pribumi tetap rendah.
2. Hanya sebagian kecil kaum pribumi yang memperoleh keuntungan dan kedudukan yang baik dalam masyarakat kolonial, yaitu golongan pegawai negeri.
3. Pegawai negeri dari golongan pribumi hanya digunakan sebagai alat saja, sehingga dominasi bangsa Belanda tetap sangat besar.
Selama ratusan tahun rakyat diperlakukan seperti hewan sementara itu pembangunan di berbagai aspek kehidupan sangat menguntungkan Belanda. Berangkat dari hal tersebut maka tercetuslah ide Politik Etis.
Sisa jalur kereta api peninggalan Belanda di Pangandaran |
a. Pelaksanaan sistem tanam paksa yang mendatangkan keuntungan berlimpah bagi Belanda, namun menimbulkan penderitaan rakyat Indonesia.
b. Eksploitasi terhadap tanah dan penduduk Indonesia dengan sistem ekonomi liberal tidak mengubah nasib buruk rakyat pribumi.
c. Upaya Belanda untuk memperkokoh pertahanan negeri jajahan dilakukan dengan cara penekanan dan penindasan terhadap rakyat.
d. Adanya kritik dari kaum intelektual Belanda sendiri (Kaum Etisi) seperti Van Kol, Van Deventer, Brooschooft, De Waal, Baron van Hoevell, Van den Berg, Van De Dem dan lain-lain.
Tokoh tersebut memperjuangkan agar pemerintah Belanda meningkatkan kesejahteraan moril dan materiil kaum pribumi, menerapkan desentralisasi dan efisiensi. Perjuangan mereka kemudian dikenal sebagai Politik Etis.
2. Pelaksanaan Politik etis
Pada periode 1900 -1925 banyak kemajuan dan perubahan dicapai. Bangunan-bangunan besar didirikan, semua itu merupakan keharusan dalam kemajuan yang tidak dapat dielakkan. Perubahan-perubahan tersebut sebagai berikut :
a. Desentralisasi Pemerintahan
Sebelum tahun 1900 pemerintahan di Indonesia dilakukan secara sentralisasi. Sejak tahun 1854 dikeluarkan peraturan yang memberikan hak kepada parlemen untuk mengawasi jalannya pemerintahan Hindia-Belanda.
b. Irigasi
Sarana yang sangat vital bagi pertanian adalah sarana irigasi (pengairan). Pada tahun 1885 pemerintah telah membangun secara besar-besaran bangunan irigasi di Brantas dan Demak seluas 96.000 bau. Pada tahun 1908 berkembang menjadi 173.000 bau.
c. Emigrasi (Transmigrasi)
Dalam abad ke-19 terjadi migrasi penduduk dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, berhubung dengan perluasan tanaman tebu.
d. Edukasi
Pemerintah kolonial Belanda membentuk dua macam sekolah untuk rakyat pribumi, yaitu Sekolah kelas I (angka satu) untuk anak-anak pegawai negeri dan orang berkedudukan. Dan sekolah kelas II (angka dua) untuk kepada anak-anak pribumi pada umumnya.
3. Kegagalan Politik Etis Dan Politik Asosiasi
Kegagalan pelaksanaan politik Etis tersebut nampak dalam :
1. Sejak pelaksanaan sistem ekonomi liberal Belanda mendapatkan keuntungan yang besar, sedangkan tingkat kesejahteraan rakyat pribumi tetap rendah.
2. Hanya sebagian kecil kaum pribumi yang memperoleh keuntungan dan kedudukan yang baik dalam masyarakat kolonial, yaitu golongan pegawai negeri.
3. Pegawai negeri dari golongan pribumi hanya digunakan sebagai alat saja, sehingga dominasi bangsa Belanda tetap sangat besar.