Tanah dan Sistem Pertanian di Indonesia
Tanah di Indonesia secara umum termasuk subur dan dampaknya kegiatan pertanian banyak berkembang di berbagai daerah. Di Indonesia ada dua jenis pertanian yaitu pertanian rakyat dan pertanian perkebunan besar. Pertanian rakyat diselenggarakan oleh penduduk pedesaan atau penduduk di daerah pinggiran kota.
Pertanian rakyat memiliki sifat : 1) modal yang terbatas, 2) penyerapan tenaga kerja musiman dan bersifat kekeluargaan, 3) pengelolaan lahan dan pertanian secara wiraswasta, 4) jenis tanaman bersifat tanaman bahan makanan dan untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau subsiten, 5) pertanian rakyat komoditas seperti karet, cengkeh, kelapa dan lada.
Pertanian rakyat memiliki sifat : 1) modal yang terbatas, 2) penyerapan tenaga kerja musiman dan bersifat kekeluargaan, 3) pengelolaan lahan dan pertanian secara wiraswasta, 4) jenis tanaman bersifat tanaman bahan makanan dan untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau subsiten, 5) pertanian rakyat komoditas seperti karet, cengkeh, kelapa dan lada.
Pertanian padi diselenggarakan pada lahan-lahan kering dan laan-lahan basah dengan sistem irigasi dan sistem sawah pasang surut. Pertanian padi pada lahan kering inilah yang membawa masalah dalam usaha pengawetan sumber daya alam yaitu tanah. Lokasi tanah kering perladangan ini dilakukan di daerah perbukitan, lereng gunung dan di daerah hutan sekunder.
Dengan sistem perladangan yang berpindah-pindah tidak didapatkan pemeliharaan akan sumber air, usaha pengawetan tanah dengan sistem sengkedan. Ekosistem perladangan pindah-pindah lebih banyak menimbulkan dampak negatif. Bunga tanah habis terbakar dan kembali subur dalam siklus 4 atau 5 tahun setelah penghutanan kembali. Namun giliran berikutnya tak luput dari pembakaran kembali. Pada dasarnya lahan dari hutan sekunder ini masih punya potensi yang tinggi untuk hara tanaman seperti halnya akumulasi humus atau setelah menjadi brown forest soils.
Dengan sistem perladangan yang berpindah-pindah tidak didapatkan pemeliharaan akan sumber air, usaha pengawetan tanah dengan sistem sengkedan. Ekosistem perladangan pindah-pindah lebih banyak menimbulkan dampak negatif. Bunga tanah habis terbakar dan kembali subur dalam siklus 4 atau 5 tahun setelah penghutanan kembali. Namun giliran berikutnya tak luput dari pembakaran kembali. Pada dasarnya lahan dari hutan sekunder ini masih punya potensi yang tinggi untuk hara tanaman seperti halnya akumulasi humus atau setelah menjadi brown forest soils.
Sistem persawahan Inodonesia dibagi menjadi sawah tadah hujan dan sawah irigasi. Ahli geografi mendapatkan kenyataan bahwa pemakaian terminologi sistem irigasi ada berbagai macam: pengairan teknik, pengairan setengah teknik dan pengairan sederhana, kadang-kadang tidak cocok dengan berapa lama dan volume air yang mengairi sawah-sawah. Ada beberapa sawah dengan pengairan teknik dan setengah teknik malah tidak berair sama sekali. Dengan ciri pengaliran ini dapat digunakan istilah yang lebih tepat yaitu irigasi sekian bulan.
Sistem pasang surut dilakukan pada lahan-lahan di daerah pantai atau aluvial yang berawa-rawa dengan jenis padi khusus untuk pasang surut. Sawah lebak pada umumnya memiliki pengairan yang permanen karena lokasinya pada daerah aliran sungai.
Pertanian pinggir sungai |
Perkebunan besar di Indonesia dilakukan pada tanah negara atau tanah milik pribumi, oleh perusahaan negara, perusahaan daerah, oleh pihak swasta nasional atau asing. Pada pertanian perkebunan besar didapati ciri khas yaitu: 1) teknologi pertaniannya lebih tinggi, 2) penanaman modal yang besar, 3) memiliki staf ahli pengelola teknik penanaman, pengolahan produksi dan staf administrasi, 4) penyerapan tenaga kerja tetap, 5) produksi perkebunan dan pertanian untuk ekspor dan konsumsi dalam negeri. Oleh karena pengelolaan tanah didasarkan pada penelitian ilmiah maka pada umumnya pengawetan tanah dapat terjamin baik dari gangguan eksogen atau kultur.
Perkebunan teh, kina dilakukan di daerah pegunungan dari golongan tanah Latosol, Inceptisol, Andosol dan Podzolitk Laterit. Potensi lahan pertanian di Indonesia ditaksir sebesar 41 juta hektar namun hampir setengahnya merupakan lahan kritis. Lahan kritis ini sudah miskin unsur hara sehingga kurang produktif. Penyebab lahan kritis adalah erosi faktor aktifitas manusia. Tingkat kesuburan tanah dicirikan dengan lengkapnya kandungan unsur hara tanah yaitu Nitrogen, Phospor, Potassium dan Kalium. Baca juga: Sifat umum tanah Aluvial
Gambar: disini, disini